A. PENDAHULUAN
Penyair Damanto Jatman, sering jika ada waktu luang datang ke kampus
tanpa mengendarai mobil pribadi, tetapi naik angkutan alias daihatsu.
Apa alasannya? “Di daihatsu saya banyak mendengar orang berbicara. Saya
jadi mengerti apa yang dirasakan orang banyak, apa yang diingini orang
banyak, dan apa yang tidak diingini orang banyak.” Dari apa yang ia
dengarkan itu, Darmanto Jatman di mata kita kemudian terkenal sebagai
pembicara yang kaya akan referensi, bukan dari buku-buku, melainkan dari
apa yang ia lihat dan ia dengar.
Ada seorang mahasiswa Universitas Indonesia yang sedang menyusun
skripsi. Meskipun ia mahasiswa psikologi, skripsi yang ditulisnya
berkaitan dengan kepenyairan Chairil Anwar (kelak skripsi tersebut
terbit sebagai buku yang berjudul “Chairil Anwar Sebuah Pertemuan”).
Dalam skripsi/buku itu Arief Budiman—nama mahasiswa
tersebut—menggunakan teori-teori psikologi (Gestalt) untuk menganalisis
puisi-puisi Chairil Anwar. Metode yang ia gunakan itu kemudian dalam
kalangan sastra dikenal dengan nama Metode Ganzheit.
Seolah-olah lupa pada pendidikan formalnya, yang terjadi kemudian
Arief Budiman banyak diminta di mana-mana untuk “berbicara” masalah
sastra, bukan masalah psikologi. Yang terjadi kemudian di kalangan ahli
sastra nama Arief Budiman menduduki tempat yang cukup tinggi.
Apa yang dialami oleh Arief Budiman tersebut memperlihatkan kepada
kita bahwa dengan menulis, ternyata orang kemudian dapat dikenal menjadi
pembicara yang baik.
Kedua peristiwa tersebut memperlihakan kepada kita bahwa anggapan
berbicara selalu didahului oleh keterampilan menyimak—yang di dalamnya
terimplisist anggapan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik terlebih
dahulu orang harus (hanya) menjadi pendengar yang baik) tidak seluruhnya
benar. Darmanto Jatman memperlihatkan kepada kita bahwa dengan
mendengar dan melihat orang dapat menjadi pembicara yang baik; sedangkan
Arief Budiman memperlihatkan kepada kita bahwa dengan menjadi penulis
yang baik orang dapat juga menjadi pembicara yang baik.
Dengan demikian, urutan reseptif-produktif antara menyimak dan berbicara serta
antara membaca dan menulis, bagi orang dewasa, tidak bersifat
mutlak. Hal ini mengimplikasikan bahwa untuk mendukung keterampilan
berbahasa seseorang diperlukan keterampilan berbahasa yang lain secara
silang. Keterampilan menyimak akan dipengaruhi oleh keterampilan
berbicara, membaca, dan menulis; keterampilan berbicara akan dipengaruhi
oleh keterampilan menyimak, membaca, dan menulis; keterampilan membaca
akan dipengaruhi oleh keterampilan menyimak, berbicara, dan menulis; dan
keterampilan menulis akan dipengaruhi oleh keterampilan menyimak,
berbicara, dan membaca.
B. KONSEP BERBICARA
1. Berbicara antara Seni dan Ekspresi
Banyak orang yang beranggapan bahwa kepandaian berbicara merupakan
bakat dan keturunan. Artinya, kepintaran seseorang dalam berbicara itu
karena bakat yang dimilikinya. Tanpa adanya bakat seseorang akan sulit
memiliki keterampilan berbicara. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar,
dalam arti bahwa kemampuan berbicara yang dimiliki seseorang tidak
disebabkan oleh bakat, namun tidak semua orang—meskipun sudah berlatih
secara maksimal—memiliki “seni” berbicara yang baik.
Ada dua hal yang menentukan seseorang memiliki keterampilan berbahasa
yang baik, yaitu kemauan dan pelatihan. Tanpa adanya kemauan seseorang
tidak akan mungkin memiliki keterampilan berbicara. Tanpa adanya kemauan
tidak mungkin seseorang mau berlatih berbicara. Oleh karena itu, faktor
yang kedua, yaitu pelatihan, keberadaannya sangat bergantung kepada
faktor pertama, yaitu kemauan. Meskipun demikian, seseorang yang
memiliki kemauan tinggi untuk dapat berbicara dengan baik tanpa disertai
dengan pelatihan, juga mustahil keterampilan berbicara dapat
dimilikinya.
Sampai saat ini masih banyak orang yang memandang berbicara “hanya”
sebagai sebuah keterampilan, seperti keterampilan yang lain. Oleh karena
itu, pandangan dan perlakuan terhadap berbicara pun sebatas pada
pelatihan sebagai satu-satunya cara pemerolehan. Pandangan ini
melahirkan orang-orang yang memiliki kemampuan dalam berbicara, namun
hanya sebatas secara teknis. Orang dikatakan mampu berbicara jika orang
tersebut mampu mengungkapkan gagasan, pikiran, serta keinginannya secara
lisan.
Pandangan tersebut tidak salah, tetapi terlalu sempit. Selain sebagai
keterampilan (secara teknis) berbicara juga dapat dipandang dari sudut
yang lain, yaitu berbicara sebagai seni dan berbicara sebagai wujud
ekspresi.
Sebagai keterampilan, berbicara berdampingan dengan keterampilan berbahasa
yang lain, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterapilan menulis.
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang bersifat
produktif yang selain berkaitan dengan kompetensi psikis, juga
berkaitan dengan kompetensi fisik. Orang melihat keterampilan dari hasil
yang dilakukan seseorang. Tidak ada cara lain untuk memperoleh
keterampilan kecuali dengan pelatihan. Pelatihan, dengan demikian,
merupakan kunci pokok berhasil tidaknya keterampilan yang dimiliki oleh
seseorang. Pelatihan di sini dimaksudkan sebagai pelatihan secara fisik
yang dibarengi dengan kesungguhan secara psikis.
Pada sisi lain berbicara dapat juga dipandang sebagai seni. Kita
tentu sering mendengar istilah retorika yang selalu diartikan sebagai
seni berbicara. Dalam istilah seni tersirat makna keindahan. Oleh karena
itu, keterampilan berbicara dilihat dari sudut pandang seni, haruslah
merupakan keterampilan yang penuh dengan unsur keindahan. Berbicara
tidak sekadar aktivitas fisik, yaitu mengucapkan kata-kata atau
melisankan pikiran, perasaan, dan gagasan; tetapi berbicara harus
dibarengi dengan keindahan. Keindahan mencakupi dua hal, yaitu indah
dari isinya dan indah dari cara penyampaiannya. Indah dari isinya
berkaitan dengan apa yang disampaikan, yang memunculkan kriteria
berbobot atau tidak, bermanfaat bagi pendengar atau tidak, baru atau
tidak, dan sebagainya; sedangkan indah dari cara penyampaiannya
mencakupi kesungguhan, vokal, bahasa, dan penampilan.
Dengan demikian, dari sudut pandang berbicara sebagai seni ukuran
baik tidaknya keterampilan berbicara dapat dilihat dari isi dan cara
penyampaiannya.
Keterampilan berbicara dapat dipandang juga sebagai wujud ekspresi.
Ekspresi selalu berkaitan dengan perasaan. Dengan demikian, keterampilan
berbicara sebagai wujud ekspresi dapat diartikan sebagai alat untuk
menyampaikan apa yang dirasakan atau diinginkan. Jika berbicara sebagai
seni atau sebagai keterampilan lebih dilihat dari sudut pendengar,
berbicara sebagai wujud ekspresi lebih banyak dilihat dari sisi
pembicara. Ukurannya adalah apakah yang dirasakan atau diinginkan oleh
pembicara sudah terekspresikan atau belum.
Sebagai keterampilan, berbicara memiliki fungsi untuk (1) memberikan
informasi, (2) menghibur, (3) membujuk, (4) menarik perhatian, (5)
meyakinkan, (6) memperingatkan, (7) membentuk kesan, (8) memberikan
instruksi, (9) membangun semangat, dan (10) menggerakkan massa.
2. Bekal Awal dalam Berbicara
Ada tiga hal yang harus dipersiapkan sebelum orang berbicara, yaitu
persiapan diri, persiapan materi, dan persiapan pendukung. Persiapan
diri berkaitan dengan kondisi jasmani dan rohani pembicara, persiapan
materi berkaitan dengan materi atau bahan pembicaraan yang akan
disampaikan, dan persiapan pendukung mencakupi persiapan ilmu, persiapan
vokal, dan persiapan bahasa.
Persiapan-persiapan tersebut akan menentukan berhasil-tidaknya
seseorang dalam berbicara. Pembicara yang kurang persiapan tentu akan
mengalami kegagalan dalam berbicara. Pembicara yang kurang persiapan
materi, misalnya, akan (1) terlalu cepat mengakhiri pembicaraan, (2)
penyapaian pembicaraan terputus-putus atau tidak runtut, dan (3) kalau
terjadi dialog pembicara akan kewalahan menjawab pertanyaan.
Seorang ahli retorika, Natalie Rogersmengungkapkan bahwa kunci
keberhasilan berbicara ada pada keyakinan diri dan pelatihan. Keyakinan
diri menyangkut kemauan dan kesungguhan, sedangkan pelatihan menyangkut
pengasahan keterampilan. Berkaitan dengan hal tersebut ada beberapa
keahlian yang harus ditumbuhkan agar seseorang mampu tampil di depan
publik secara baik. Keahlian yang dimaksud adalah sebagai berikut.
(1) Keahlian menutup diri
Keahlian ini menyangkut kemampuan menutup semua pikran atau
rangsangan negatif yang datang dari pendengar. Dengan demikian seorang
pembicara akan dapat secara mantap melanjutkan pembicaraannya.
(2) Keahlian berkonsentrasi
Keahlian ini menyangkut kemampuan mengendalikan semua pikiran,
ingatan, dan imajinasi untuk memusatkan perhatian pada pembicaraan.
(3) Keahlian koordinasi
Keahlian ini menyangkut kemampuan bergerak dengan mudah dan menggunakan berbagai bentuk isyarat untuk menyatakan perasaan.
(4) Keahlian mengendalikan diri
Keahlian ini menyangkut kemampuan mengontrol gerakan-gerakan yang
tidak terkendali, seperti menggerak-gerakkan tangan secara berlebihan,
menganggukkan kepala, menggoyangkan badan, berpindah dari satu kaki ke
kaki yang lain, atau mengontrol tubuh yang gemetar.
(5) Keahlian mengendalikan emosi
Keahlian ini menyangkut kemampuan mengendalikan dan mengurangi rasa cemas,
panik, dan takut.
(6) Keahlian mereaksi
Keahlian ini menyangkut kemampuan menanggapi pertanyaan, gangguan,
selingan, dan kejadian-kejadian yang tidak direncanakan secara tenang
dan nyaman.
(7) Keahlian menumbuhkan kehangatan
Keahlian ini menyangkut kemampuan bersikap cukup rileks, sehingga
bisa menyisipkan sedikit humor, kepedulian, dan kesungguhan ke dalam
pidato.
(8) Keahlian menumbuhkan kharisma
Keahlian ini menyangkut kemampuan memunculkan gambaran diri yang mantap dan terpuji.
(9) Keahlian berpikir spontan
Keahlian ini menyangkut kemampuan menghilangkan kebiasaan berpikir
seperti mesin dan membiasakan diri untuk berpikir secara kreatif.
(10) Keahlian pemahaman tentang tubuh
Keahlian ini menyangkut kemampuan memahami penampilan fisik sehingga menjadi pusat perhatian pendengar.
(11) Keahlian untuk melawan
Keahlian ini menyangkut kemampuan untuk mengenali dan menolak
dorongan untuk bersikap terburu-buru, menahan diri, dan mengendalikan
kesadaran.
(12) Keahlian vokal
Keahlian ini menyangkut kemampuan bagaimana membuat pita suara tetap
santai, sehingga suara yang keluar tetap mengalir tanpa gangguan.
(13) Keahlian berimajinasi
Keahlian ini menyangkut kemampuan membayangkan dan memvisualisasikan
urutan kejadian saat dari cerita yang dikembangkan dan kemampuan untuk
belajar berbicara tanpa terlalu bergantung kepada catatan.
Henry Guntur Tarigan menyebut ciri-ciri pembicara yang ideal adalah sebagai berikut.
(1) Mampu memilih topik yang tepat.
(2) Menguasai materi.
(3) Memahami latar belakang pendengar.
(4) Memahami situasi.
(5) Merumuskan tujuan yang jelas.
(6) Menjalin kontak dengan pendengar.
(7) Memiliki kemampuan linguistik.
(8) Menguasai pendengar.
(9) Memanfaatkan alat bantu.
(10) Meyakinkan dalam penampilan.
(11) Mempunyai rencana.
B. PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA
1. Keterampilan Berbicara di dalam Kurikulum 2006
Gambaran mengenai standar kompetensi dan kompetensi dasar aspek
keterampilan berbicara di dalam KTSP SMA 2006 adalah sebagai berikut.
KELAS X Semester 1
Standar Kompetensi :
- Mengungkapkan pikiran, perasaan, perasaan, dan informasi melalui kegiatan berkenalan, berdiskusi, dan bercerita.
- Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi
Kompetensi Dasar:
- Memperkenalkan diri dan orang lain di dalam forum resmi dengan intonasi yang tepat.
- Mendiskusikan masalah (yang ditemukan dari berbagai berita, artikel, atau buku).
- Menceritakan berbagai pengalaman dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat.
- Mengemukakan hal-hal yang menarik atau mengesankan dari cerpen melalui kegiatan diskusi.
- Menemukan nilai-nilai cerpen melalui kegiatan diskusi.
KELAS X Semester 1
Standar Kompetensi
- Mengemukakan komentar terhadap informasi dari berbagai sumber.
- Mengungkapkan pendapat terhadap puisi melalui diskusi.
Kompetensi Dasar:
- Memberikan kritik terahap informasi dari media cetak dan atau elektronik.
- Memberikan persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak dan atau elektronik.
- Membahas isi puisi berkenaan dengan gambaran penginderaan, perasaan, pikiran,
dan imajinasi melalui diskusi.
- Menghubungkan isi puisi dengan realitas alam, sosial budaya, dan masyarakat melalui diskusi.
KELAS XI Semester 1
Standar Kompetensi:
- Mengungkapkan secara lisan informasi hasil membaca dan wawancara.
- Memerankan tokoh dalam pementasan drama.
Kompetensi Dasar:
- Menjelaskan secara lisan uraian topik tertentu dari hasil membaca (artikel atau buku)
- Menjelaskan hasil wawancara tentang tanggapan narasumber terhadap topik tertentu.
- Menyampaikan dialog disertai gerak gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh.
- Mengekspresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis dan atau antagonis.
KELAS XI Semester 2
Standar Kompetensi:
- Menyampaikan laporan hasil penelitian dalam diskusi atau seminar.
- Mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama.
Kompetensi Dasar:
- Mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
- Mengomentari tanggapan orang lain terhadap presentasi hasil penelitian.
- Mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama.
- Menggunakan gerai gerik, mimik, dan intonasi sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama.
KELAS XII Semester 1
Standar Kompetensi:
- Mengungkapkan gagasan, tanggapan, dan informasi dalam diskusi.
- Mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi.
Kompetensi Dasar:
- Menyampaikan gagasan dan tanggapan dengan alasan yang logis dalam diskusi.
- Menyampaikan intisari buku nonfiksi dengan menggunakan bahasa yang efektif dalam diskusi.
- Menanggapi pembacaan puisi lama tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
- Mengomentari pembacaan puisi baru tentang lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
KELAS XII Semester 2
Standar Kompetensi:
- Mengungkapkan informasi melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks.
- Mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan puisi lama.
Kompetensi Dasar:
- Mempresentasikan program kegiatan/proposal.
- Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat.
- Membahas ciri-ciri dan nilai-nilai yang terkandung dalam gurindam.
- Menjelaskan keterkaitan gurindam dengan kehidupan sehari-hari.
Dari bagan standar kompetensi tersebut dapat dilihat bahwa aspek keterampilan berbicara yang harus dikuasai siswa meliputi:
(1) berkenalan,
(2) berdiskusi,
(3) bercerita,
(4) mengomentari,
(5) menjelaskan,
(6) menyampaikan laporan,
(7) berpidato, dan
(8) bermain drama.
2. Teknik Pembelajaran Berbicara
Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu sebagai berikut.
(1) Ulang ucap
Maksudnya, siswa mengulangi ucapan guru. Biasanya digunakan untuk pembelajaran yang berkaitan dengan pengucapan kata-kata.
(2) Lihat-ucapkan
Maksudnya, siswa melihat sesuatu yang konkret kemudian menceritakan sesuatu yang konkret tersebut.
(3) Memerikan
Maksudnya, siswa diminta untuk memperhatikan benda atau peristiwa kemudian diminta untuk mendeskripsikannya secara lisan.
(4) Menjawab pertanyaan
(5) Bertanya
(6) Pertanyaan Menggali
Maksudnya, siswa diminta untuk menjawab pertanyaan secara lengkap.
Karena sifatnya menggali, pertanyaan tersebut bersambung terus dan
semakin lama semakin dalam.
(7) Melanjutkan
Maksudnya, siswa diminta melanjutkan cerita atau pembicaraan guru atau siswa lain.
(8) Menceritakan Kembali
(9) Percakapan
Percakapan merupakan pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik antara dua pembicara atau lebih.
(10) Parafrase
Parafrase dimaksudkan sebagai upaya mengalihbentukkan karya.
Misalnya, guru membaca puisi kemudian siswa diminta untuk memrosakan
puisi tersebut secara lisan.
(11) Reka cerita gambar
Metode ini sama artinya dengan metode menceritakan gambar.
(12) Bercerita
(13) Memberi petunjuk
Petunjuk ada dua macam, yaitu petunjuk melakukan sesuatu dan petunjuk
membuat sesuatu. Penerapan metode ini berupa aktivitas siswa untuk
menjelaskan cara melakukan atau membuat sesuatu.
(14) Melaporkan
(15) Bermain peran
(16) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dalam bentuk tanya jawab. Wawancara dapat
dilakukan terhadap orang-orang terkenal atau berprestasi.
(17) Diskusi
(18) Bertelepon
(19) Dramatisasi
C. PENUTUP
Di dalam pembelajaran keterampilan berbicara persoalan yang juga
penting untuk diperhatikan adalah persoalan penilaian. Penilaian
keterampilan berbicara dapat menggunakan penilaian kinerja yang
bertujuan untuk menguji kemampuan siswa dalam mendemonstrasikan
pengetahuan dan keterampilannya pada berbagai situasi nyata dan konteks
tertentu. Penilaian kinerja mempunyai dua karakteristik, yaitu (1) siswa
diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam mengreasikan suatu
produk atau terlibat dalam suatu aktivitas dan (2) produk dari penilaian
kinerja lebih penting daripada kinerjanya. Pemilihan mengenai apakah
yang akan dinilai itu produk atau kinerjanya akan sangat bergantung
kepada karakter domain yang diukur.
